Proses Leo Tenada atau seni memanah tradisional dimulai dengan pembangunan koko padak bale atau rumah adat. Pembangunan ini melibatkan penggantian tiang, atap, dan bubungan (klongot) yang sudah lapuk.
Dalam proses tersebut, semua anak suku di Lewotanah ikut terlibat, tetapi harus mematuhi kenahi atau ketetapan yang mengatur tugas dan fungsi setiap suku dalam menjaga harmoni pada koko padak bale tersebut.
Secara harfiah, Leo Tenada berasal dari kata le’o yang berarti memanah dan tenada yang berarti objek sasaran. Dengan demikian, Le’o Tenada merupakan seni memanah tradisional pada sebuah objek yang telah dipasang.
Dalam Festival Nubun Tawa, atraksi ini diperankan oleh masyarakat Desa Painapang sebagai wujud rasa syukur atas selesainya pembangunan rumah adat. Selain itu, Le’o Tenada juga menjadi ajang untuk menguji keterampilan dan ketangkasan anak-anak suku, khususnya laki-laki, dalam berburu dan menghadapi medan perang.
Sebelum Le’o Tenada dimulai, para tetua adat Lewotanah mengadakan musyawarah untuk menentukan satu anak suku yang bertugas memasang padu, yakni objek sasaran yang akan dipanah.
Padu ini tidak dipilih sembarangan; proses pemilihannya dilakukan dengan penuh perenungan, dirahasiakan, dan ditaburi mantra-mantra tertentu untuk memberi kekuatan dan membangkitkan semangat peserta memanah. Objek tersebut dianggap sebagai musuh yang dimanifestasikan dalam bentuk kayu.
Atraksi ini dimulai dengan Tarian Hedung atau tari perang, yang ditampilkan oleh peserta Le’o Tenada sebelum melepaskan anak panah. Ketika anak panah mengenai sasaran, tarian kemenangan Nama dipersembahkan sebagai ungkapan kegembiraan.
Suara gong, gendang, dan pekikan peserta mengiringi momen tersebut, menciptakan suasana yang semarak. Seluruh peserta menampilkan semangat tak kenal lelah dengan raut wajah yang penuh determinasi, menatap tajam pada sasaran hingga panah mereka berhasil mengenai objek.
Puncak dari seluruh rangkaian ini adalah tarian kemenangan Nama yang melibatkan semua peserta. Tarian ini menjadi simbol kemenangan dan kebersamaan tanpa sekat antara masyarakat dan pejabat.
Festival Nubun Tawa tidak hanya memperingati tradisi, tetapi juga membangkitkan kesadaran akan pentingnya menjaga warisan budaya. Dengan iringan gong dan gendang, festival ini menjadi pengikat semangat kolektif masyarakat Lewolema, menghadirkan harmoni dalam perayaan yang sarat makna.