Tongkonan adalah rumah adat suku Toraja yang memiliki peran dalam penting budaya toraja. Selain sebagai tempat tinggal, Tongkonan juga berfungsi sebagai pusat pertemuan bagi seluruh keluarga.
Keunikan rumah adat Toraja terletak pada atapnya yang melengkung menyerupai perahu, serta dinding yang diukir dengan motif-motif khas Toraja, yang sarat makna.
Di depan rumah Tongkonan seringkali dibangun “Alang” atau lumbung padi. Selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi, Alang juga digunakan sebagai tempat duduk untuk tamu selama acara-acara ritual adat atau kunjungan keluarga.
Salah satu Tongkonan yang sangat istimewa adalah yang menggunakan atap dari batu pahatan, berbeda dari banyak Tongkonan lain yang biasanya menggunakan atap seng atau susunan bambu. Keberadaan Tongkonan ini menjadi salah satu saksi penting dari kekayaan budaya dan tradisi suku Toraja.
Keunikan Tongkonan Tertua di Toraja
Tongkonan “Papa Batu” di Desa Banga’, Kabupaten Tana Toraja, memiliki sejarah dan keunikan yang menakjubkan. Tongkonan ini disebut “Papa Batu” yang artinya “Atap Batu.” Lokasinya dapat diakses dengan mudah melalui jalan baik dengan kendaraan roda 2 atau roda 4, terletak sekitar 10 km ke arah barat Tana Toraja.
Saat pertama kali melihat Tongkonan “Papa Batu,” tampak seperti rumah adat Toraja biasa, dengan luas sekitar 3×10 meter dan banyak tanduk kerbau di depannya. Namun, ketika Anda mendekati bangunan ini, keunikan yang luar biasa terungkap.
Menurut masyarakat sekitar, Tongkonan ini adalah yang tertua di Toraja, memiliki usia sekitar 700 tahun, dan dihuni oleh seorang nenek berusia 110 tahun bernama “Nenek Toyang,” yang merupakan keturunan ke-10 yang tinggal di dalam Tongkonan ini. Tongkonan ini awalnya dibangun dan dihuni oleh “Nenek Buntu Batu.”
Salah satu keunikan Tongkonan “Papa Batu” adalah atapnya, yang terbuat dari 1000 keping batu pahatan, masing-masing berukuran 5×3 jengkal orang dewasa. Atap ini memiliki berat sekitar 10 ton. Meskipun begitu berat, atap tersebut hanya didukung oleh 55 tiang kayu, yang direkatkan menggunakan tali rotan.
Meskipun terdengar sulit dipercaya, bangunan ini telah berdiri selama 700 tahun dengan hanya mengalami dua kali penggantian atap, yang pertama karena putusnya tali rotan pada beberapa titik dan yang kedua saat gempa bumi melanda Tana Toraja.
Tongkonan “Papa Batu” memiliki lantai dari papan dan dinding yang dihiasi dengan ukiran khas Toraja. Setiap ukiran memiliki makna dan simbolisme tersendiri, yang pemilihan ukiran tidak dilakukan secara sembarangan.
Bangunan ini memiliki empat ruangan, namun hanya Ruang Utama yang dapat dilihat oleh pengunjung jika mendapat izin dari pemilik Tongkonan. Untuk mengunjungi bagian dalam rumah Tongkonan , pengunjung harus meminta izin kepada “Nenek Toyang” atau anak dari pemilik rumah ini.