De Djawatan, Tenteram Teduh di Bawah Trembesi

Di Hutan De Djawatan, waktu seakan berjalan lebih lambat. Suasana tenang dan udara yang segar membuat siapa pun betah berlama-lama. Mungkin inilah yang menjadikan Djawatan berbeda.

Nagekeo yang Tak Banyak Orang Tahu, Temukan di Edisi Spesial Ini!

Temukan kekayaan budaya, adat istiadat, sejarah, wisata, dan kuliner khas Nagekeo melalui Majalah Digital Dimensi Indonesia. Dikemas secara menarik dengan pendekatan ilmiah yang ringan.
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia! Selengkapnya
X

Hutan selalu punya caranya sendiri dalam membungkam riuh dunia. Di balik dedaunan dan batang pohon yang menjulang, tersembunyi keheningan yang menenangkan, seolah semesta ingin mengajak manusia untuk kembali pulang—ke alam. Di tanah subur Nusantara, hutan bukan hanya lanskap hijau semata, melainkan bagian dari jati diri negeri ini sebagai Zamrud Khatulistiwa.

Sinar matahari tropis, tanah vulkanik yang kaya, serta angin laut yang lembut menyatu membentuk ekosistem yang mendukung kehidupan dalam segala ragam bentuknya. Salah satu wajah keajaiban itu dapat ditemukan di Banyuwangi, tepatnya di Desa Benculuk, Kecamatan Cluring, di mana Hutan De Djawatan tumbuh dalam diam dan anggun.

Berada sekitar satu jam perjalanan dari pusat kota Banyuwangi, De Djawatan menyambut pengunjung dengan rimbunnya pohon-pohon trembesi yang menjulang seperti pilar-pilar hidup dalam sebuah katedral hijau. Trembesi, yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Albizia saman, dikenal juga sebagai pohon hujan—pohon raksasa yang menjadi peneduh alami dan mampu menyerap air tanah dalam jumlah besar.

- Advertisement -

Barisan pohon ini tampak seperti makhluk tua penjaga hutan yang telah berdiri selama ratusan tahun, dengan ranting-ranting yang melengkung seakan menari di udara. Cahaya pagi menembus sela-sela dedaunan, menghadirkan pemandangan yang memikat dan sulit dilupakan.

De Djawatan

Djawatan bukan hanya hutan biasa. Dahulu, tempat ini dikenal sebagai Tapal Pelas, kawasan penimbunan kayu berkualitas tinggi yang dikelola oleh Perhutani. Namun sejarahnya sempat tercoreng oleh masa penjarahan kayu jati besar-besaran pada tahun 1970-an, membuat kawasan ini nyaris terlupakan.

- Advertisement -

Kini, Djawatan telah kembali bernafas, bukan sebagai pusat industri, melainkan sebagai surga kecil bagi pencinta alam dan fotografi. Banyak yang menyebutnya mirip dengan Hutan Fangorn dari film The Lord of The Rings—sebuah tempat yang seolah berada di antara kenyataan dan dunia fantasi.

Baca Juga :  Desa Watublapi, Desa Indah dengan Tenunan Khas Maumere Sikka

Tekstur pohon yang meliuk, cabang-cabang besar yang membentuk lorong alami, dan bias cahaya matahari yang menyusup dari celah-celah dedaunan menciptakan lanskap visual yang luar biasa.

De Djawatan

- Advertisement -

Tempat ini kerap dijadikan lokasi pemotretan pre-wedding, syuting film pendek, atau sekadar latar foto keluarga. Kehadirannya menambah daftar destinasi alam yang memperkaya potensi wisata Banyuwangi, tanpa harus menempuh perjalanan jauh ke pelosok atau pegunungan.

Di Hutan De Djawatan, waktu seakan berjalan lebih lambat. Suasana tenang dan udara yang segar membuat siapa pun betah berlama-lama. Mungkin inilah yang menjadikan Djawatan berbeda: ia tak hanya menawarkan pemandangan, tetapi juga rasa—rasa teduh, damai, dan kagum, seperti berada di pelukan bumi yang paling alami. Sebuah tempat yang membuktikan bahwa keindahan tidak harus megah; cukup hadir dengan jujur, dan kita akan terpesona dengan sendirinya.