Di antara deretan jajanan pasar khas Betawi, kue dongkal hadir sebagai salah satu kudapan tradisional yang sarat makna. Kue ini terbuat dari tepung beras yang ditumbuk halus, kemudian diayak hingga teksturnya lembut.
Adonan tepung itu dimasukkan ke dalam cetakan tradisional berbentuk kerucut menyerupai tumpeng, yang terbuat dari anyaman bambu. Lapisan tepung dimasukkan sedikit demi sedikit, lalu ditengahnya disisipkan potongan gula aren sebelum kembali ditutup dengan tepung beras.
Proses memasaknya pun masih menggunakan cara lama, dikukus di atas dandang besar hingga aroma wangi tepung beras bercampur legitnya gula aren menyeruak ke seluruh ruangan.
Setelah matang, kue dongkal diangkat lalu dipotong-potong sesuai kebutuhan. Penyajiannya pun sederhana, potongan dongkal diletakkan di atas daun pisang yang menambah keharuman alami, lalu ditaburi kelapa parut yang gurih dan lembut.
Tidak hanya sebagai jajanan pasar untuk sarapan atau teman minum teh di pagi hari, kue dongkal juga kerap hadir dalam berbagai hajatan masyarakat Betawi, mulai dari khitanan, syukuran, hingga peringatan hari besar.
Rasanya yang manis, legit, dan gurih menimbulkan sensasi nostalgia, seolah mengajak kita kembali ke masa kecil ketika suara pedagang keliling memanggil di gang-gang perkampungan Jakarta.
Bagi masyarakat Betawi, dongkal bukan sekadar kue, melainkan wujud kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun, menegaskan bahwa kuliner tradisional selalu menyimpan cerita tentang identitas, kebersamaan, dan kehangatan keluarga.