Pepe’-pepe’ ka ri Makkah: Menari di Atas Api, Berdzikir dalam Nyala

“Pepe’-pepe’ ka ri Makkah, Lanterayya ri Madinah, Ya Allah parombasai, Na takabbere’ dunia...”

Nagekeo yang Tak Banyak Orang Tahu, Temukan di Edisi Spesial Ini!

Temukan kekayaan budaya, adat istiadat, sejarah, wisata, dan kuliner khas Nagekeo melalui Majalah Digital Dimensi Indonesia. Dikemas secara menarik dengan pendekatan ilmiah yang ringan.
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia! Selengkapnya
X

Syair itu menggema dalam kegelapan malam, menyusup ke celah-celah udara yang mulai hangat oleh nyala obor. Diiringi oleh rebana, gandrang, dan lantunan selawat yang merdu, barisan penari berdiri dengan tangan menggenggam api. Nyala itu bukan sekadar cahaya—ia adalah ruh, simbol, sekaligus perantara.

Para penari mengangkat obor ke tubuh mereka: ke lengan, ke dada, bahkan ke wajah. Api seolah menyentuh kulit mereka tanpa membakar, tanpa melukai. Bahkan di puncaknya, para penari menyemburkan bola api besar ke udara, menggetarkan siapa pun yang menyaksikannya.

Beginilah Tari Pepe’-pepe’ ka ri Makkah—tarian api yang lahir dari tanah Makassar, yang bukan hanya pertunjukan fisik, tapi juga pengabdian spiritual. Nama tarian ini memang menyiratkan nyala (pepe’ berarti “api” dalam bahasa Makassar), namun maknanya membentang jauh ke kedalaman nilai Islam dan filosofi suku Makassar.

- Advertisement -

Tak ada yang tahu pasti siapa pencipta pertama tarian ini. Namun cerita rakyat setempat menyebut bahwa pepe’-pepe ka bermula di Kampung Paropo, sebuah permukiman di Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar.

Ia diyakini lahir bersamaan dengan masuknya Islam ke Kerajaan Gowa–Tallo pada awal abad ke-17, menjadikannya sebagai media dakwah yang menggugah rasa dan rasa takut manusia kepada api—dijadikan ladang untuk menanam nilai-nilai ketauhidan.

Kala itu, tarian ini adalah jembatan antara kekuatan spiritual dan ekspresi budaya. Sebuah cara para da’i menyampaikan pesan tentang keagungan Allah, keberanian dalam iman, dan keteguhan hati. Kini, meskipun zaman telah berubah, pepe’-pepe ka tetap menyalakan semangatnya dalam wajah baru: sebagai pertunjukan budaya yang menyatukan seni, sejarah, dan spiritualitas.

- Advertisement -

Sebelum menari, para penari dan musisi diwajibkan melakukan wudu. Air menjadi penyucian awal, membuang keraguan, menghalau marah, dan menyiapkan hati yang bersih. Setelahnya, mereka membaca doa-doa khusus, menyerahkan diri sepenuhnya pada kehendak Ilahi. Barulah tubuh mereka diolesi minyak kelapa, sebagai pelindung saat bersentuhan dengan api.

Baca Juga :  FOTO: Tari Kabasaran Tempo Doeloe (1927)

Pertunjukan dimulai dengan tahap parurui pepe’ka—pembakaran obor satu per satu. Obor-obor ini kemudian diputar-putar di udara, menciptakan lingkaran cahaya yang menari bersama gerak tubuh penarinya. Penonton menahan napas melihat bagaimana api menyentuh kulit manusia tanpa rasa sakit. Namun sesungguhnya, ini bukan sulap. Ini tentang keyakinan dan kekuatan spiritual.

- Advertisement -

Api dalam pepe’-pepe ka bukan sekadar alat. Ia adalah simbol. Dalam Islam, api yang tidak membakar Nabi Ibrahim adalah bukti mukjizat dan perlindungan Tuhan. Maka para penari pepe’-pepe ka—laki-laki maupun perempuan (dalam versi baine)—meniru ketabahan itu, menarikan keberanian mereka di hadapan api, dengan hati yang tak gentar, seolah berkata: “Kami tak takut selama bersama Tuhan.”

Sekilas, mungkin tarian ini mengingatkan kita pada debus dari Banten—sama-sama menantang rasa sakit, sama-sama menyuguhkan kekuatan supranatural. Namun pepe’-pepe ka punya akar yang lebih dalam dalam kosmologi Makassar. Api bukan sekadar elemen berbahaya; ia adalah lentera ilahi—cahaya yang menuntun manusia dalam gelap, menyala karena kebenaran.

Karakter masyarakat Makassar pun tercermin dari api itu: panas, tegas, dan tidak mudah padam. Dalam kebudayaan mereka, api bukan hanya simbol—ia adalah bagian dari karakter. Api dalam pepe’-pepe ka adalah bentuk penghormatan pada cahaya, keputusan, dan keberanian.

Kini, Kampung Paropo tengah dirancang sebagai kampung budaya Makassar. Sebuah pusat pelestarian tradisi agar generasi baru tak lupa nyala api yang dulu menerangi jalan dakwah nenek moyangnya. Tari pepe’-pepe ka pun kembali digelar, bukan sekadar hiburan, tapi pengingat. Tentang bagaimana seni bisa menjadi ibadah, bagaimana budaya bisa menjadi lentera.

Di setiap kobaran api, ada doa yang tersembunyi. Di setiap gerak tari, ada nilai yang terpatri. Pepe’-pepe ka ri Makkah bukan sekadar tarian—ia adalah warisan semangat, lentera yang tak pernah padam di tanah Makassar.

Baca Juga :  Tari Kalumpang, Tari yang terinsfirasi dari Pembuatan Minyak Kelapa
SHE Eureka Exfoliating Gel

Rp 79.000

Baju Kaos Keren: Rakyat Biasa

Beli di Shopee
Toner Badan Saptadasa Glycolic Toning Solution Exfoliating Toner (AGET 250ML)

Rp 79.000

Bajo Kaos Anime One Piece: Zoro

Beli di Shopee
Holly Fashion♛ BR016 BH Bra sport Push Up

Rp 79.000

Baju Kaos Anak Gunung: Jejak Explorer

Beli di Shopee
SHE Eureka Exfoliating Gel

Rp 143.560

TORCH Shibata 2 Liter Tas Selempang Bahu Pria Wanita Unisex Ringan Anti Air

Beli di Shopee
Parpum Loundry 1 Liter Pewangi Pelicin Pelmbut Pakaian

Rp 15.300

Parpum Loundry 1 Liter Pewangi Pelicin Pelmbut Pakaian

Beli di Shopee
SHE Eureka Exfoliating Gel

Rp 50.000

Sepatu Sneakers Sepatu Kerja Kuliah Travelling Sepatu Olahraga...

Beli di Shopee
SHE Eureka Exfoliating Gel

Rp 125.000

TSepatu Olahraga Badminton Pria VR3 Low / Sepatu Olahraga Outdoor

Beli di Shopee
Lavio Sepatu Pria Wanita Unisex Safety Boots High Premium

Rp 225.000

Lavio Sepatu Pria Wanita Unisex Safety Boots High Premium

Beli di Shopee
SHE Eureka Exfoliating Gel

Rp 72.000

Sepatu Lari Pria Navy Lis Stabilo Sneaker Olahraga Running Pria wanita Terbaru

Beli di Shopee
produk

Rp 109.540

Sepatu pria low - top, cocok untuk olahraga, lari, santai dan basket.

Beli di Shopee
produk

Rp 100.000

Baju Olahraga Lari Jersey Running Pria Anti UV By Azeesport

Beli di Shopee
produk

Rp 110.000

Singlet Atasan Olahraga/ Singlet Jersey Lari

Beli di Shopee