Danau Asmara, merupakan penyebutan lain dari Danau Waibelen. Terletak diantara Desa Waibao dan Desa Riangkeroko Kecamatan Tanjung Bunga Kabupaten Flores Timur.
Wai (air) dan Belen (besar/luas) merupakan hasil dari letusan Gunung Sodoberawao sehingga membentuk kawah besar, yang terisi oleh air hujan.
Danau Waibelen kala itu, menjadi satu- satunya sumber air bagi masyarakat Desa Waibao yang terdiri dari kampung Keka, Tengadei, Riangpuho, dan Lebao.
Setiap hari, senantiasa ke danau untuk mengambil air, memenuhi kebutuhannya sehari- hari, baik untuk minum, mandi ataupun mencuci. Demikian juga Lio dan Nela sering ke Danau untuk melakukan aktivitas yang sama.
Peristiwa tragis terjadi pada tahun 1974, dimana kisah percintaan mereka tidak direstui oleh kedua orang tua mereka, lantaran masih memiliki hubungan keluarga dekat.
Lelaki itu bernama Lio Kelen dan perempuan bernama Nela Kelen atau Kelen Kaja. Keduannya, berasal dari kampung yang sama yaitu Tengadei di Desa Waibao.
Dalam perjalanan dan penantian yang panjang, hubungan mereka tetap tidak direstui. Atas dasar penolakan keras itu, mereka bersepakat untuk bunuh diri di Danau Waibelen.
Mereka hanya meninggalkan sepucuk surat yang bertulis pesan “Jika Bapak dan Mama ingin mencari emas, maka carilah ke dalam danau.”
Mereka ditemukan mati mengenaskan di tepi danau setelah tiga hari. Dengan tangan keduannya terikat. Sejak peristiwa tragis itu, danau Waibelen seakan berubah nama menjadi Danau Asmara.
Pada sisi tempat tenggelamnya mereka, ditandai dengan tumbuhnya satu pohon kelapa di tepi danau. Warga Desa Waibao, bahkan masyarakat Kabupaten Flores Timur lebih sering menyebut Danau Waibelen dengan Danau Asmara sampai hari ini.